klaten.co – Seperti tahun-tahun sebelumnya, pentas seni tahunan bertajuk Cethik Geni tahun ini kembali digelar. Tak terasa, giat seni budaya Cethik Geni telah memasuki tahun penyelenggaraan yang ke-6. Tahun ini, para pelaku dan panitia Cethik Geni berhasil menyuguhkan tampilan sendratari kreasi lokal yang bernilai mahal. Bukan mahal secara finansial atau pembiayaan, tapi bernilai mahal dalam sisi filosofis, inovasi, kreativitas, dan perjuangan.
Pentas seni tahunan Cethik Geni yang ke-6 diawali dengan kirab budaya mengelilingi Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Para pengisi tampilan seni berjalan sejauh ratusan meter sebagai simbol ajakan kepada para warga yang dilewati untuk bergabung dalam kegembiraan dan rasa syukur. Dua ikon replika sapi raksasa diarak bersama para penampil seni.
Baca juga : Jelang Pilkada, PDIP-Gerindra Teken MOU Pra Koalisi
Lokasi Desa Gatak yang berada di pusat kota Delanggu tak ayal menarik perhatian warga yang tinggal di kanan kiri sepanjang jalan, dan juga para pengguna kendaraan yang melintas. Arak-arakan kirab berhenti di Ruang Terbuka Hijau (RHT) Desa Gatak, tempat diselenggarakannya pentas seni Cethik Geni.
Tampilan seni diawali dengan pentas ketrampilan bela diri sejumlah perguruan silat di Desa Gatak. Meski berbeda perguruan silat, suasana akrab dan kerukunan sangat kental terlihat saat sessi foto bersama dilaksanakan. Potret bersama seperti ini terkesan mahal di tengah sensitivitas persaingan antar perguruan silat saat ini. Nilai kerukunan dan minimnya persaingan juga tampak saat puluhan warga justru ceria dan bergembira dengan saling berebut dan berbagi tumpeng lumpia duleg/ sejenis makanan ringan khas Desa Gatak.
Baca juga : Viral, Tiga Bangunan Masih Berdiri di Tengah Proyek Jalan Tol Solo-Yogya
Mahalnya nilai seni di agenda budaya Cethik Geni semakin lengkap saat tampilan sendratari digelar. Beragam jenis alat musik disatukan dalam sebuah alunan musik. Para penampil adalah talenta-talenta lokal desa yang sebelumnya tak berani tampil Seniman-seniman lokal kondang di Klaten mau secara intens melakukan pendampingan dan perjuangan selama latihan dan persiapan tampilan. Dan tentu, masih banyak nilai-nilai mahal lain yang belum sempat terangkum.
Ratusan bahkan ribuan warga yang hadir menyaksikan tampilan demi tampilan dalam pentas seni Cethik Geni ke-6 kali ini tampak senang dan merasa sangat terhibur. Beberapa pengunjung mengaku salut lantaran tampilan seni berkelas seperti yang disuguhkan berhasil dikerjakan oleh pelaku-pelaku seni setingkat desa.
Ketua Panitia Cethik Geni ke-6, Albertus Agung menjelaskan, tema kegiatan dan sendratari yang ditampilkan mengambil tema “Suro Sinom”. Mengisahkan tentang tokoh bernama Lembu Suroloyo di masa mudanya. Dengan jiwa muda yang berapi-api dan penuh gejolak, Lembu Suroloyo tetap mengedepankan nilai-nilai kebaikan dan kearifan dalam setiap langkah kehidupannya.
“Kita mengambil tema budaya Siro Sinom dikarenakan di era modern ini banyak sekali orang muda yang tidak mengenal budaya. Kita mengambil tema itu supaya lebih memperkenalkan lagi seni dan budaya di tingkat Masyarakat,” kata Agung.
Sebagai penutup adegan sendratari dan rangkaian pentas seni Cethik Geni ke-6, ditampilkan pembakaran ogoh-ogoh atau ikon replika sapi raksasa bernama Lembu Candolo. Ogoh-ogoh yang terbuat dari tumpukan jerami ini dibakar beramai-ramai sebagai simbol pemusnahan terhadap segala kejahatan dan angkara murka. (LNG)